Rabu, Maret 16

LEARDERSHIP

Sebagai mahasiswa seharusnya sudah mencapai dalam tingkatan aktualisasi diri dalam teori hierarki kebutuhannya Abraham Maslow yaitu tokoh yang bermadzab Humanis dalam ranah Psikologi.  Di dalam teorinya terdapat lima macam hierarki kebutuhan. Salah satunya hirarki yang ke lima yaitu aktualisasi diri.
 Menurut Maslow aktualisasi diri yaitu sesuatu yang sudah tidak diperlukannya keseimbangan dalam kehidupan. Tetapi memerlukan keinginan secara terus menerus untuk memenuhi potensi dalam dirinya. Jadi disini seseorang mahasiswa selalu berkeinginan menonjolkan sesuatu yang ada dalam dirinya agar memenuhi potensi yang dia inginkan. Salah satunya yaitu sikap menjadi pemimpin suatu organisasi, kelas, lingkungan sekitarnya maupun dirinya sendiri.
seseorang mahasiswa seharusnya mempunyai sifat pemimpin dalam pergelutan di dalam kampus, dalam menentukan suatu arahan dalam dirinya sendiri. Karena setiap individu harus mempunyai sifat ini. Bayangkan jika seseorang tak mempunyai jiwa pemimpin dirinya sendiri pasti seseorang itu akan mengikut saja tak punya arahan. bahkan mau memutuskan sesuatu dalam dirinya sendiri dia akan kebingungan. bukan hanya mahasiswa saja disini, tapi untuk khalayak umum juga harus mempunyai jiwa pemimpin dalam masyarakatnya dan dirinya sendiri.
Pemimpin adalah seseorang yang dapat memengaruhi suatu organisasi maupun dirinya untuk berbuat sesuatu seperti pekerjaan, sekolah, belajar lebih giat, masuk perkuliahan, aktif dalam perkuliahan, mengikuti diskusi dsb. Maka dari itu jiwa pemimpin itu tidak harus dalam organisasi saja tetapi juga dalam dirinya sendiri untuk menentukan suatu arahan keputusan yang akan di ambil nantinya atau pendek katanya memengaruhi dirinya untuk berbuat suatu hal. Tapi dalam tulisan ini akan saya tekankan pemimpin dalam sebuah organisasi. Karena saya yakin dalam diri seseorang sudah dapat memutuskan sesuatu atau memengaruhi dalam dirinya sendiri, tapi belum tentu seseorang yang dapat memengaruhi dirinya sendiri dapat memengaruhi sebuah perkumpulan suatu masyarakat atau oragnisasi.
 Pemimpin dalam sebuah organisasi itu bukanlah sesuatu yang anda lakukan untuk orang lain, melainkan sesuatu yang anda lakukan bersama-sama orang lain dalam organisasi itu. Jadi, dalam melakukan sesuatu hal seorang pemimpin itu juga harus melakukan bersama-sama dalam suatu pekerjaan yang dilakukannya bersama anggotanya. Istilah lainnya untuk masyarakat negara Indonesia yang bisa di bilang majmuk berbagai Ragam Suku, Adat, Ras dan Agama (SARA) ini yaitu gotong royong. Seseorang yang menjadi pemimpin suatu organisasi juga harus ikut terjun langsung ke dalam pelaksanaannya yang sudah di agendakan dalam organisasi itu.
Disaat saya mengikuti sebuah seminar yang dibawakan oleh bapak Agus Maimun Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dari UIN Maliki Malang. Terdapat kata kunci dalam memimpin suatu organisasi, yaitu mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, dan memaksa. Memaksa diperlukan karena disini dibutuhkan kejelasan dan ketegasan dalam melakukan suatu tugas. Jika seorang pemimpin melakukan kata kunci tersebut akan berakibat merasakan kebersamaan, kecintaan, penuh keikhlasan dalam menjalani suatu proyek pekerjaan, kesadaran dalam setiap individu dan berorientasi pada kegiatan profesional apalagi juga disertai memohon petunjuk kepada Tuhan yang Maha Esa.
Posisi seorang pemimpin itu dimana-mana. saya mengingat ketika saya kecil guru saya menerangkan semboyan pada pendidikan yang dipakai oleh seorang tokoh Nasional Ki Hajar Dewantoro, yaitu ing ngarso sung tulodho, pemimipin bisa dibelakang untuk mendorong sebuah organisasinya, ing madya mangun karso ditengah-tengah memberi semangat dan tut wuri handayani di depan memberi contoh begitulah posisi pemimpin.

Pemimpin itu tidak dibutuhkan sebuah gen atau keturunan dari siapa dia berasal, karena setiap individu berhak menjadi pemimpin dirinya sendiri bahkan dalam sebuah organisasi. Tapi seorang pemimpin harus mempunyai karateristik perilaku individu yang sudah digambarkan oleh pak Agus. Yaitu, memiliki kecerdasan cukup tinggi dalam membangun sebuah organisasi, memiliki kecakapan berkomunikasi, emosi terkendali, memiliki motivasi berprestasi, memiliki kepercayaan diri dan memiliki ambisi. Di sini seorang mahasiswa haruslah memenuhi potensinya agar tercapaainya aktualisasi diri. Dengan salah satunya sifat menjadi pemimpin organisasi dalam kampus maupun masyarakat umumnya dengan cara-cara di atas tadi.
Share:

Selasa, Maret 1

Pelangi agama

Pelangi-pelangi.
alangkah indahmu.
Merah, kuning, hiaju, di  langit yang biru.
Pelukismu agung, siapa gerangan?
Pelangi-pelangi ciptaan tuhan.
Terbayang pada masa-masa kecil di saat masih diajarkan bernyanyi oleh bapak-ibu guru di sekolah. Waktu itu sibuk menerka-nerka nada yang diberikan oleh sang guru, untuk menirukan nyanyiannya sehingga dapat  ditampilkan di depan kelas, guna  mendapatkan sebuah nilai yang layak diberikan kepada orang tuanya. Meski masa-masa kecil terlihat malu untuk maju ke depan kelas dan belum mengerti arti sebuah nilai yang akan diberikan oleh orang tuanya. Namun pada saat itu ada seorang guru yang menyemangati itu semua untuk memotivasinya, sehingga anak kecil itu tidak malu lagi bernyanyi di depan kelas. salah satu nyanyian yang di nyanyikannya adalah lagu ciptaan dari Masagus Abdullah Mahmud atau sering di kenal dengan A. T . Mahmud yang salah satu lagunya berjudul “pelangi”[1], yang sudah di nyanyikan di awal artikel ini. Mungkin di masa kecil menikmati itu lebih asik dari pada mengamati, walaupun seorang guru sudah memberikan stimulus kepada muridnya mengenai lagu-lagu yang diajarkannya.
Pelangi adalah suatu keadaan ketika cahaya matahari mengenai tetesan air yang pada akhirnya membias lalu membentuk sebuah warna yang sejajar seperti merah, kuning, hijau, ungu, jingga, pink dan lain sebagainya. Begitulah pelajaran waktu SMA yang dipelajari oleh siswa-siswi sekarang. Mungkin di masa kecil belum bisa diketahui dengan seperinci itu, karena masa kecil adalah masa bahagia yang menganggap pelangi hanyalah sebuah dongen yang katanya di ujung pelangi ada sebuah harta karun, lalu harta karun itu memancarkan sinarnya ke harta karun yang lain, sehingga membentuk sejajar. selain itu, juga ada yang menganggap pelangi adalah sebuah lagu untuk dinyanyikan di depan kelas. namun ketika beranjak dewasa pelangi dapat berfilosofi yang lain. seperti halnya agama. Seperti contohnya agama di nagara Indonesia yang sangat beragam yang sudah disahkan oleh pemerintah, dari agama Hindu, Budha, Islam, Kristen protestan maupun katolik dan kong hu chu. Bukan hanya itu saja, tapi juga ada budaya, ras, adat istiadat juga bercorak warna warni di nagara ini. Semua di negara ini tetap bisa saling berdampingan satu sama lainnya. Seperti pelangi yang bercorak warna warni juga dapat disejajarkan dan saling berdampingan dari warna satu ke warna yang lainnya.
Mengingat masa perjuangan, pada negara Indonesi yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 - atas nama bangsa Indonesia – Soekarno dan Moh Hatta telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, sebuah negara yang melindungi dan mengakui keragaman budaya, tradisi dan keagamaan yang sudah menjadi bagian integral kehidupan bangsa Indonesia.[2] Di sini para pendiri bangsa sadar bahwa pada pancasila tidak ada yang bertentangan dengan masalah agama di negara Indonesia khususnya pada sila pertama. Malah pada sila pertama memperlihatkan keragaman bangsa ini dalam memperoleh agama. Mereka sebagai pemimpin bangsa yang juga merumuskan pancasila sangat mengayomi semua kepentingan dalam beragama, kayakinan, budaya dan tradisi agama.[3]
Membicarakan soal agama bisa di lihat dari berbagai macam hal yang sangat luas, agama bagaikan suatu keyakinan yang di anut oleh para penganutnya masing-masing. Banyak yang mendefinisikan apa itu agama, mungkin banyak pula yang menganggap agama itu adalah suatu keadaan ketika seseorang yang percaya dengan tuhannya atau dewanya untuk di sembah demi kehidupan supranatural atau kehidupan diakhiratnya kelak.[4] Agama juga tak luput dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh para tokoh-tokoh teoritikus sekaligus komentar mereka mengenai agama, seperti halnya Freud yang memandang agama dari psikologis manusia, Kalr Marx yang menganggap agama adalah candu dan masih banyak lagi.
Mengenai penelitian sekaligus komentar agama yang telah di usung oleh para tokoh, seperti halnya Kalr Mark pendiri atau pencetus paham komunisme bersama sahabatnya Agels. Di sini teori Marx tentang komunis sangat totalitas juga banyak sekali dan agama hanya sebagian dari pemikirannya. Menurutnya agama adalah candu yang dapat melupakan seseorang dalam sistem perekonomian yang dikuasai kaum kapitalis. Jadi kaum proletar ini seakan sudah keasikan berfantasi melakukan ritual-ritual mengenai agama. Padahal bagi Marx mereka masih dijajah oleh kaum borjuis yang notabene menindas mereka dari segi ekonomi. Jadi agama disini hanya sebagai pelarian semata bagi kaum borjuis.[5] Ada lagi seorang tokoh yang ikut andil meneliti juga berkomentar mengenai agama. yaitu Freud, yang menganggap orang yaang beragama seperti kliennya yang terkena kasus neurotis. Menurutnya agama hanyalah halusinasi belaka karena yang di yakininya bersifat takhayul belum bisa di buktikan secara nyata. Menurutnya agama suatu pertahanan mental terhadap aspek alamiah mengenai alam.[6] Di sini Freud menandakan seseorang yang beragama memiliki sebuah gangguan jiwa seperti halnya obsesif konplusif yang bersifat kekanak-kanakan. Obsesif konplusif adalah suatu keadaan yang cenderung dilakukan secara berulang-ulang atas paksaan dari dalam diri yang menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri sesorang.[7] Begitulah segelumit keterangan dari para peneliti sekaligus komentar para teoritikus mengenai agama.
Agama di Indonesia sangat beragam dan keyakinan para penganutnya sangatlah teguh dalam mendalami agamanya masing-masing. Sehingga komentar dan penelitian yang telah di usung para tokoh tidak dapat mematahkan keteguhan para penganutnya. Karena definisi agama sangatlah banyak sekali sehingga sulit dipelajari. Pengertian agama bisa dikatakan hampir sebanyak orang yang membicarakan agama itu sendiri.[8] Begitu juga di Indonesia keragaman di dalam agama seperti pelangi yang sudah terpaparkan keterangan di atas begitu beragam dan dapat di sejaajarkan tidak saling bermusuhan satu sama lain. sebenarnya pelangi di sini menganalogikan arti penting dari pluralisme yang mendorong para penganutnya untuk bersikap toleransi, berdialog, bersahabat, bekerja sama, dan setia kawan dengan orang lain.[9] di Indonesia juga sudah di ayomi oleh pancasila pertama. Jadi warga negara Indonesia saangatlah bebas dalam memilih agama dengan apa yang diyakini oleh masyarakatnya.
Sebenarnya agama di negara Indonesia bukan hanyalah enam saja, namun lebih enam yang belum di akui di negara ini. Di sini agama yang belum di akui tetap bisa berkembang namun mereka masih mempunyai batasan-batasan seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang pada kolom agama di kosongi atau di beri tanda “_”. Dalam agama yang belum diresmikan ini juga mendapat jaminan penuh oleh pasal 29 ayat 2 UUD 1945, dan agama-agama ini di biarkan asal tidak mengganggu dalam hal ketentuan hukum, keamanan, ketertiban, kesehatan moral dan hak yang lainnya. Jadi di negara ini sangatlah beragam dengan soal keyakinan karena di negara ini bukan milik satu agama, ras, adat istiadat dan suku saja, tapi negara ini milik dari berbagai agama, ras, suku dan adat istiadat.



[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_Totong_Mahmud di unduh 25 Januari 16 pkl. 01:13
[2] K_H_Abdurrahman_Wahid_Ilusi_Negara_Islam_Eksp(BookFi.org). pdf (SECURED) hal. 16
[3] K_H_Abdurrahman_Wahid_Ilusi_Negara,,,. Hal 17
[4] Daniel L. Pals, Seven Theories Of Religion, (IRCisoD: Jogjakarta, 2012). Hal 23
[5] Ibid hal Daniel L. Pals, Seven Theories.... Hal. 200-208
[6] Fauzan Saleh, keberadaan tuhan dan pluralisme agama, (STAIN Kediri Press: Kediri, 2011). Hal. 117
[7] Iskandar Junaidi, Anomali Jiwa cara mudah mengetahui jiwa dan perilaku tidak normal lainnya, (Cv. Andi Offset: Yogyakarta, 2012). Hal. 61-62
[8] Daniel L. Pals, Daniel L. Pals, Seven Theories,,,. Hal. 375
[9] Kata pengantar Kautsar Azhari Noer yang berjudul “ di buku Tasawuf Mendamaikan Dunia karya Media Zainul Bahri. Hal xiv
Share: