Minggu, Mei 15

psikologi sufistik "peran tasawuf dalam era modern"

A.     Sufisme di Tengah Modernitas
Masyarakat modern di dalam Kamus Umum Besar Indonesia terdiri dari dua kata yaitu masyarakat dan modern. Masyarakat yaitu sosialisasi dalam kehidupan manusia dan modern yaitu kehidupan yang terbaru dan muthakir.[1] Jadi secara secara harfiah masyarakat modern yaitu masyarakat yang bersosialisasi antar individu dengan menggunakan suatu hal yang terbaru dan muthakir seperti contohnya tekhnologi.
Menurut Prof DR. Simuh di dalam buku Tasawuf dan Krisis, Masyarakat modern tumbuh dari pengembangan kebudayaan Yunani Purba. Kebudayaan Yunani Purba memang punya dasar pikiran yang rasional dan ilmiah. Yang kemudian diolah dan dikembangkan oleh orang Eropa menjadi canggih dan melahirkan kebudayaan barat yang modern. Kebudayaan Yunani purba yang puncaknya ajaran filsafat rasional menyebar ke timur Tengah lantaran pengembangan dan penaklukan raja Alexander yang Agung. Tujuan penakluk Alexander adalah untuk meluaskan pengaruh budaya Yunani yang berwatak dinamis itu dan memadukannya dengan kebudayaan timur.[2]
Prof DR. Simuh dalam tulisannya yang terdapat di buku itu juga menegaskan bawasannya profil masyarakat modern adalah masyarakat dengan budaya industri atau sering di sebut kebudayaan modern. Yaitu masyarakat yang mengembangkan cara berpikir ilmiah. Maka dari itu yang dapat berperan dan dapat berbicara dalam masyarakat yang berbudaya modern itu nantinya, adalah orang-orang yang mampu menguasai cara berpikir rasional. Orang yang gagal mengembangkan berpikir rasional akan berakibat dipinggirkan dalam dunia modern.[3]
Masyarakat Modern sering di golongkan sebagai the past industrial society, yaitu suatu Masyarakat yang telah mencapai tingkat kemakmuran hidup material yang sedemikian rupa dengan perangkat teknologi yang serba mekanik. Namun Masyarakat Modern bukan semakin mendekati kebahagiaan hidup namun justru sering kali di hinggapi rasa cemas, tidak percaya diri dan krisis moral akibat mewahnya gaya hidup yang materialistis.[4]
Modernitas di samping menjadi frame yang dapat memberikan harapan baru bagi masa depan sejarah manusia, juga telah melengkapi kehidupan manusia sebagai elemen yang utuh yang terdiri dari dimensi material dan spritual, salah satu cara dalam pencarian dimensi spritual dalam islam dapat di temukan melalui tasawuf. Dalam kehidupan sekarang ini di tengah situasi yang cenderung mengarah kebobrokan moral, pupusnya rasa percaya diri, mengeringnya rasa persatuan dan persaudaraan, kasih sayang, tolong menolong dan sebagainya taswuf mulai mendapat perhatian serius dan di tuntut perannya untuk mengatasi masalah yang di hadapi umat.[5]
Menurut Fazlur Rahman “Neo Sufisme” adalah sufisme yang telah di perbarui (reformed sufism). Tasawuf baru (neo sufism) mempunyai ciri utama berupa tekanan kepada motif moral dan penerapan metode dzikir dan muraqabah atau konsentrasi keruhanian yang mendekati tuhan. Rahman menyimpulkan gejala yang dapat di sebut sebagai neo sufisme ini cenderung untuk menghidupkan kembali aktifisme salafi dan menanamkan kembali sikap positif kepada dunia. Sementara Nurcholish mengatakan bahwa “sufisme Baru” menekankan perlunya perlibatan diri dalam masyarakat secara lebih kuat dari pada “ sufisme lama”. Nurcholish menyimpulkan bahwa sufisme mengharuskan praktek dan pengamalannya tetap dalam kontrol lingkungan kitab suci dan sunah, artinya para sufisme tidak mengisolisir diri dari kehidupan dunia namun perlu terlibat aktif dalam masyarakat.[6] Ketika dilihat dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bawasannya, tasawuf baru (neo sufisme) disini ialah seseorang sufi yang dapat menyeimbangkan keduanya antara mendekatkan diri kepada tuhan dan juga ikut terlibat dalam masyarakat secara kuat dengan kontrol kitab suci dan sunah.
Tasawuf muncul ketika umat islam sedang mengalami puncak kejayaanya. Rasionalisme (filsafat) dan formalisme (fikih) berkembang pesat di kalangan umat islam pada masa Dinasti Abasiyyah yang tanpa disadari ternyata menjadikan umat islam terjebak dalam sikap rasionalistik dan matrealistik serta mengesampingkan aspek rohaninya. Dengan muncul dan berkembangnya tasawuf justru menyelematkan umat islam dari proses rasionalisasi dan kehidupan matrealistik yang mengikis habis dan mendangkalkan serta mengeringkan kehidupan ruhani. Kondisi umat yang cenderung mengalami penurunan moral ditengah modernitas, akibat dari keringnya nilai nilai ruhani sehingga seringkali kehilangan pegangan, dan dengan berkembangnya arus modernisasi di segala aspek ini menghasilkan proses liberalisasi dan  rasionlisasi yang secara konsisten melakukan pendangkalan spritualitas umat. akibatnya agama secara perlahan akan kehilangan nilai kesakralan dan spritualitasnya, padahal keduanya merupakan karakteristik yang tidak dapat di pisahkan.[7]

B.     Peran tasawuf pada masyarakat modern.
 Tasawuf pada masyarakat modern ini, sangat berbeda sekali dengan keadaan atau awal mula datangnya tasawuf. Tasawuf pada awalnya diidentikan dengan kehidupan individualistik. Kehidupan semacam ini juga tidak dapat di salahkan. Karena tujuan utama munculnya tasawuf sebagai respons dan protes atas kejahatan, jiwa, sosial dan kultur politik pada zamannya dahulu. Namun, sekarang tasawuf berkembang sangat pesat, bahkan banyak ajaran-ajaran dan pesan moral yang ada dalam kajian tasawuf tidak hanya menarik dikaji secara ilmiah namun juga diamalkan secara terorganisasi.[8] Kami kira cukup jelas sekarang tasawuf bukan hanya kegiatan yang bersifat pribadi (individualistik) namun juga bersifat terorganisasi.
 Sebelum merembet ke peran tasawuf pada masyarakat modern, kami akan memperjelas dahulu peran tasawuf dalam sejarah islam. Disini Nasr seorang tokoh pembaharu pemikiran islam berpandangan bawasannya tasawuf bukan penyebab kemunduran umat islam. Karena tasawuf tidak bisa dijadikan “kambing hitam” atas segala masalah yang dihadapi umat islam. Kemunduran umat islam, kata Nasr, terjadi ketika disebabkannya penghancuran tarekat-tarekat sufi oleh bentuk-bentuk baru rasionalisme puritan. Seperti Wahabi dan Alh Hadis di India.[9] Nasr  sangat berpikir positif sekali dengan pandangannya mengenai tasawuf tidak seperti tokoh pembaharu yang lain yang menganggap tasawuf sebagai kemunduran umat islam. Jadi, dari segi sejarah islam, tasawuf disini menurut Nasr sangat mempunyai peran yang sangat besar.
Ajaran Tasawuf juga penting sekali untuk menjadikan sebuah alternatif pada masyarakat modern di ranah kespiritualitasannya. Menurut Nasr ada beberapa aspek penting peranan tasawuf pada masyarakat modern, yaitu turut berbagi peran dalam menyelamatkan dari kehilangan nilai-nilai kesepiritualitasannya, memahamkan atau memperkenalkan literatur batiniah dan memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek batiniah dalam bertasawuf adalah jantung ajarannya. Maka dari itu tasawuf perlu disosialisasikan pada masyarakat modern.[10]
Peranan tasawuf pada masyarakat modern sangat banyak sekali. seperti penjelasannya Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, bawasannya tasawuf bisa mengahadapi beberapa hal yang mengganggu jiwa pada masyarakat modern yaitu rasa cemas, kesepian, kebosanan, perilaku menyimpang dan psikosomatis. Disini tasawuf bisa berperan sebagai alternatif terapi. dengan menggunakan pendekatan psikologi, dalam hal ini kesehatan mental. sekaligus ditekankan pada aspek spiritual yakni tasawuf dan akhlaknya. Karena setiap manusia ingin sembuh dari berbagai penyakit dari segi rohaniah maupun jasmaniah.[11]
Kehadiran tasawuf sangat menjadi peran yang tepat pada masyarakat modern, karena tasawuf memilki semua unsur yang dibutuhkan oleh manusia, semua yang diperlukan bagi realisasi kerohanian yang luhur, bersistem dan tetap dalam koridor syariah. Jadi peranan tasawuf ini sangat banyak. Karena dapat berperan menjadi terapi gangguan jiwa yang dilalui dengan pendekatan psikologi dan spiritualnya.[12]



[1] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm 636.
[2]Abdul Muhaya, dkk. Tsawuf dan Krisis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 3
[3] Abdul Muhaya, dkk. Tsawuf dan....., hlm. 11
[4] Syamsun Ni’am, tasawuf studies,(Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA, 2014), hlm 204
[5] Syamsun Ni’am, tasawuf studies,hlm 207
[6]Ali maksum, tasawuf sebagai pembebasan manusia modern, (Surabaya : Pustaka pelajar, 2003), hlm 113-114
[7] Syamsun Ni’am, tasawuf studies, hlm 208
[8] Syamsun Ni’am, tasawuf studies, hlm 214
[9] Ali maksum, tasawuf sebagai pembebasan, hlm. 104
[10] Ali maksum, tasawuf sebagai pembebasan, hlm. 116-117
[11] Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013) hlm. 96
[12] Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak, hlm. 100
Share:

0 komentar:

Posting Komentar