A. Sufisme di Tengah Modernitas
Masyarakat modern di dalam Kamus Umum Besar Indonesia terdiri dari
dua kata yaitu masyarakat dan modern. Masyarakat yaitu sosialisasi dalam kehidupan
manusia dan modern yaitu kehidupan yang terbaru dan muthakir.[1] Jadi
secara secara harfiah masyarakat modern yaitu masyarakat yang bersosialisasi
antar individu dengan menggunakan suatu hal yang terbaru dan muthakir seperti
contohnya tekhnologi.
Menurut Prof DR. Simuh di dalam buku Tasawuf dan Krisis, Masyarakat
modern tumbuh dari pengembangan kebudayaan Yunani Purba. Kebudayaan Yunani
Purba memang punya dasar pikiran yang rasional dan ilmiah. Yang kemudian diolah
dan dikembangkan oleh orang Eropa menjadi canggih dan melahirkan kebudayaan
barat yang modern. Kebudayaan Yunani purba yang puncaknya ajaran filsafat
rasional menyebar ke timur Tengah lantaran pengembangan dan penaklukan raja
Alexander yang Agung. Tujuan penakluk Alexander adalah untuk meluaskan pengaruh
budaya Yunani yang berwatak dinamis itu dan memadukannya dengan kebudayaan
timur.[2]
Prof DR. Simuh dalam tulisannya yang terdapat di buku itu juga
menegaskan bawasannya profil masyarakat modern adalah masyarakat dengan budaya
industri atau sering di sebut kebudayaan modern. Yaitu masyarakat yang
mengembangkan cara berpikir ilmiah. Maka dari itu yang dapat berperan dan dapat
berbicara dalam masyarakat yang berbudaya modern itu nantinya, adalah
orang-orang yang mampu menguasai cara berpikir rasional. Orang yang gagal
mengembangkan berpikir rasional akan berakibat dipinggirkan dalam dunia modern.[3]
Masyarakat
Modern sering di golongkan sebagai the
past industrial society, yaitu suatu Masyarakat yang telah mencapai tingkat
kemakmuran hidup material yang sedemikian rupa dengan perangkat teknologi yang
serba mekanik. Namun Masyarakat Modern bukan semakin mendekati kebahagiaan
hidup namun justru sering kali di hinggapi rasa cemas, tidak percaya diri dan
krisis moral akibat mewahnya gaya hidup yang materialistis.[4]
Modernitas
di samping menjadi frame yang dapat
memberikan harapan baru bagi masa depan sejarah manusia, juga telah melengkapi
kehidupan manusia sebagai elemen yang utuh yang terdiri dari dimensi material
dan spritual, salah satu cara dalam pencarian dimensi spritual dalam islam
dapat di temukan melalui tasawuf. Dalam kehidupan sekarang ini di tengah
situasi yang cenderung mengarah kebobrokan moral, pupusnya rasa percaya diri,
mengeringnya rasa persatuan dan persaudaraan, kasih sayang, tolong menolong dan
sebagainya taswuf mulai mendapat perhatian serius dan di tuntut perannya untuk
mengatasi masalah yang di hadapi umat.[5]
Menurut
Fazlur Rahman “Neo Sufisme” adalah sufisme yang telah di perbarui (reformed sufism). Tasawuf baru (neo
sufism) mempunyai ciri utama berupa tekanan kepada motif moral dan penerapan
metode dzikir dan muraqabah atau konsentrasi keruhanian yang mendekati tuhan.
Rahman menyimpulkan gejala yang dapat di sebut sebagai neo sufisme ini
cenderung untuk menghidupkan kembali aktifisme salafi dan menanamkan kembali
sikap positif kepada dunia. Sementara Nurcholish mengatakan bahwa “sufisme
Baru” menekankan perlunya perlibatan diri dalam masyarakat secara lebih kuat
dari pada “ sufisme lama”. Nurcholish menyimpulkan bahwa sufisme mengharuskan
praktek dan pengamalannya tetap dalam kontrol lingkungan kitab suci dan sunah,
artinya para sufisme tidak mengisolisir diri dari kehidupan dunia namun perlu
terlibat aktif dalam masyarakat.[6] Ketika dilihat dari kedua
pendapat tersebut dapat disimpulkan bawasannya, tasawuf baru (neo sufisme)
disini ialah seseorang sufi yang dapat menyeimbangkan keduanya antara
mendekatkan diri kepada tuhan dan juga ikut terlibat dalam masyarakat secara
kuat dengan kontrol kitab suci dan sunah.
Tasawuf
muncul ketika umat islam sedang mengalami puncak kejayaanya. Rasionalisme
(filsafat) dan formalisme (fikih) berkembang pesat di kalangan umat islam pada
masa Dinasti Abasiyyah yang tanpa disadari ternyata menjadikan umat islam
terjebak dalam sikap rasionalistik dan matrealistik serta mengesampingkan aspek
rohaninya. Dengan muncul dan berkembangnya tasawuf justru menyelematkan umat
islam dari proses rasionalisasi dan kehidupan matrealistik yang mengikis habis
dan mendangkalkan serta mengeringkan kehidupan ruhani. Kondisi umat yang
cenderung mengalami penurunan moral ditengah modernitas, akibat dari keringnya
nilai nilai ruhani sehingga seringkali kehilangan pegangan, dan dengan
berkembangnya arus modernisasi di segala aspek ini menghasilkan proses
liberalisasi dan rasionlisasi yang
secara konsisten melakukan pendangkalan spritualitas umat. akibatnya agama
secara perlahan akan kehilangan nilai kesakralan dan spritualitasnya, padahal
keduanya merupakan karakteristik yang tidak dapat di pisahkan.[7]
B. Peran
tasawuf pada masyarakat modern.
Tasawuf pada masyarakat modern ini, sangat
berbeda sekali dengan keadaan atau awal mula datangnya tasawuf. Tasawuf pada
awalnya diidentikan dengan kehidupan individualistik. Kehidupan semacam ini
juga tidak dapat di salahkan. Karena tujuan utama munculnya tasawuf sebagai
respons dan protes atas kejahatan, jiwa, sosial dan kultur politik pada
zamannya dahulu. Namun, sekarang tasawuf berkembang sangat pesat, bahkan banyak
ajaran-ajaran dan pesan moral yang ada dalam kajian tasawuf tidak hanya menarik
dikaji secara ilmiah namun juga diamalkan secara terorganisasi.[8] Kami kira cukup jelas
sekarang tasawuf bukan hanya kegiatan yang bersifat pribadi (individualistik)
namun juga bersifat terorganisasi.
Sebelum merembet ke peran tasawuf pada
masyarakat modern, kami akan memperjelas dahulu peran tasawuf dalam sejarah
islam. Disini Nasr seorang tokoh pembaharu pemikiran islam berpandangan bawasannya
tasawuf bukan penyebab kemunduran umat islam. Karena tasawuf tidak bisa
dijadikan “kambing hitam” atas segala masalah yang dihadapi umat islam.
Kemunduran umat islam, kata Nasr, terjadi ketika disebabkannya penghancuran
tarekat-tarekat sufi oleh bentuk-bentuk baru rasionalisme puritan. Seperti
Wahabi dan Alh Hadis di India.[9] Nasr sangat berpikir positif sekali dengan
pandangannya mengenai tasawuf tidak seperti tokoh pembaharu yang lain yang
menganggap tasawuf sebagai kemunduran umat islam. Jadi, dari segi sejarah
islam, tasawuf disini menurut Nasr sangat mempunyai peran yang sangat besar.
Ajaran
Tasawuf juga penting sekali untuk menjadikan sebuah alternatif pada masyarakat
modern di ranah kespiritualitasannya. Menurut Nasr ada beberapa aspek penting
peranan tasawuf pada masyarakat modern, yaitu turut berbagi peran dalam
menyelamatkan dari kehilangan nilai-nilai kesepiritualitasannya, memahamkan atau
memperkenalkan literatur batiniah dan memberikan penegasan kembali bahwa
sesungguhnya aspek batiniah dalam bertasawuf adalah jantung ajarannya. Maka
dari itu tasawuf perlu disosialisasikan pada masyarakat modern.[10]
Peranan
tasawuf pada masyarakat modern sangat banyak sekali. seperti penjelasannya
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, bawasannya tasawuf bisa
mengahadapi beberapa hal yang mengganggu jiwa pada masyarakat modern yaitu rasa
cemas, kesepian, kebosanan, perilaku menyimpang dan psikosomatis. Disini
tasawuf bisa berperan sebagai alternatif terapi. dengan menggunakan pendekatan
psikologi, dalam hal ini kesehatan mental. sekaligus ditekankan pada aspek spiritual
yakni tasawuf dan akhlaknya. Karena setiap manusia ingin sembuh dari berbagai
penyakit dari segi rohaniah maupun jasmaniah.[11]
Kehadiran
tasawuf sangat menjadi peran yang tepat pada masyarakat modern, karena tasawuf
memilki semua unsur yang dibutuhkan oleh manusia, semua yang diperlukan bagi
realisasi kerohanian yang luhur, bersistem dan tetap dalam koridor syariah.
Jadi peranan tasawuf ini sangat banyak. Karena dapat berperan menjadi terapi
gangguan jiwa yang dilalui dengan pendekatan psikologi dan spiritualnya.[12]
[1] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus
Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm 636.
[2]Abdul Muhaya,
dkk. Tsawuf dan Krisis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 3
[3] Abdul Muhaya,
dkk. Tsawuf dan....., hlm. 11
[4] Syamsun Ni’am,
tasawuf studies,(Yogyakarta : AR-RUZZ
MEDIA, 2014), hlm 204
[5] Syamsun Ni’am,
tasawuf studies,hlm 207
[6]Ali maksum, tasawuf sebagai pembebasan manusia modern, (Surabaya
: Pustaka pelajar, 2003), hlm 113-114
[7] Syamsun Ni’am,
tasawuf studies, hlm 208
[8] Syamsun Ni’am,
tasawuf studies, hlm 214
[9] Ali maksum, tasawuf sebagai pembebasan, hlm. 104
[10] Ali maksum, tasawuf sebagai pembebasan, hlm. 116-117
[11] Ahmad Bangun
Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2013) hlm. 96
[12] Ahmad Bangun
Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak, hlm. 100
0 komentar:
Posting Komentar